Kamis, 03 Juni 2010

COVER INDAH SEBUAH DONGENG TENTANG NUSANTARA

Beberapa minggu yang lalu di Bulan Mei, baru saja kita memperingati hari kebangkitan Nasional dan mengawali bulan juni ini dengan mengingatkan kita pada peristiwa yang terjadi 64 tahun yang lalu yaitu Bergemuruhnya pidato sang proklamator yang menyuarakan idiologi dan mempertegas karakter dan wakta bangsa ini kepanggung dunia.
Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau prikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan social dan Ketuhanan yang berbudaya atau Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah isi pidato Bung Karno pada 1 juni 1945 yang akhirnya sempurna menjadi Pancasila yang akhir - akhir ini hanya kerap menjadi poin – poin indah yang tersusun rapi kemudian terbingkai indah dan terpajang didinding – dinding rumah, kantor – kantor pemerintahan yang kerap melakukan kecurangan dan diruangan – ruangan kelas para kaum – kaum terdidik yang terkadang tidak terpelajar hingga kerap menjadi ikon pencitraan para politisi dan mahasiswa sok tau yang gemar bersilat lidah tentangnya.
Meresapi nilai – nilai pancasila dan mencoba membayangkan apa yang akan terjadi jika itu diaplikasikan maka aku pikir, perspektif kita akan sama, yaitu “Bangasa ini akan terhidar dari konflik-konflik kesukuan, pemberontakan – pemberontakan kedaerahan dan anarkisme yang akhir – akhir ini setia mewarnai layar kaca kita, yaitu berbagai macam kerusuhan baik itu masyarakat, pihak keamanan, bahkan mahasiswa sebagai kaum terpelajar, seakan – akan kelihatan gemar memainkan peran antagonis itu dilayar kaca dan maaf saja, dalam penilaiaan sepintas mereka – mereka tidak terlihat sebagai manusia – manusia yang waras.
Lunturnya nilai – nilai Pancasila diperparah lagi dengan perilaku para politisi – politisi Parpol yang tidak beradab. Mereka gemar bersilat lidah dan berdebat mengenai hal – hal yang tidak pokok dan yang lebih parah lagi yaitu dengan bangganya dan seakan – akan benar sendiri mereka saling mengklaim dan memeta – metakan NKRI dengan primordialisme sempit yang pada akhirnya menimbulkan fanatisme yang berlibihan sehingga suasana masyarakat yang memang sudah susah dan serba kekurangan makin mudah dihasut dan jangan heran kalau konflik mudah terjadi.
Sejak 1998, setelah hanya diwariskan dengan persoalan – persoalan besar dari orde – orde sebelumnya, kita memasuki periode baru yaitu reformasi, namun apakah reformasi mampu menjawab persoalan – persoalan rakyat hari ini.? “Sampai hari ini saya berani menjawab semua itu tidak terlihat”. Pelayanan public misalnya, “Alih – alih ada perbaikan mutu pelayanan public, dari waktu kewaktu masyarakat malah dihadapkan pada berbagai permasalahan – permasalahan pelyanan public yang banyak merugikan mereka, mulai dari krisis listrik, air bersih, kesehatan dan masih banyak lagi. Semua persoalan itu terus mendera masyarakat tanpa bias ditanggulangi secara memuaskan oleh pemerintah kita hari ini.
Benang merah yang kemudian dapat saya tarik dari persoalan – persoalan yang melanda bangsa ini yaitu, dari orde – orde sebelumnya hingga reformasi saat ini, pancasila hanya ditempatkan sebagai actor pelengkap yang hanya dibutuhkan ketika integritas bangsa ini dipertanyakan, dalam artian hanya sebagai “Cover Indah Sebauh Dongeng Tentang Nusantara”. Dan reformasi yang pada dasarnya menghendaki perubahan – perubahan yang radikal dalam segala aspek kehidupan dalam bingkai NKRI seharusnya menempatkan nilai – nilai moral pancasila sebagai instrument utama yang tentunya tidak liberal dan kapitalistik serta pola – pola lain yang tidak berdasarkan pada nilai – nilai dasar pancasila sebagai Idiologi Negara.
Saat ini, boleh dikatakan bangsa ini sedang kehilangan jati diri dan watak yang jelasnya sebagai bangsa yang memiliki pancasila. Padalah untuk mencapai cita – cita besar bangsa ini kita butuh watak dan karakter yang jelas. Jika merujuk pada pengalaman Jepang, kita bias melihat bagaimana dia mampu menunjukkan dirinya sebagai peraih kesuksesan yang mengagumkan. Setelah ditumpas habis pada perang dunia II mereka berani bangkit dan menjadi Negara termaju didunia. Dan itu semua bukan tanpa sebab, melainkan mereka mampu karena dilandasi dengan prinsip – prinsip idiologi yang jelas dan menjunjung tinggi moral sebagai batu tapal keberhasilan. Dan yang paling mengumkan, mereka mampu menanamkan prinsip bangsanya dalam setiap benak warga negaranya. Bahkan beberap saat sebelum menulis catatan ini, saya sempat menyimak berita salah satu saluran televise bersama Pak Satpam yang terkagum – kagum dengan keputusan seorang Perdana Menteri Jepang yaitu Yukio Hotoyama yang memilih Mundur ketika tidak mampu memenuhi janji – janji kampanyenya kepada mayoritas rakyat Jepang yang mengantarkannya duduk sebagai Perdana Menteri.
“Hebat,…Ini dia Pemimpin yang Baik, jika Berani Berbuat harus Berani Tanggung Jawab” (Ujar Pak Satpam), Saya tidak tau secara spesifik apa penyebab kemunduran beliau tapi lebih kepada apa yang di ucapkan Pak Satpam, saya berpikir kapan budaya malu ini terlaksana di Indonesia yang para politisinya gemar mengumbar janji.
Untuk itu, Hari Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2010 ini, jangan hanya kita jadikan catatan sejarah yang tinggal romansa dan kenangan masa lalu saja tapi mari kita mencoba untuk mengembalikan dan membangun nilai – nilai Pancasila sejak dini, guna menciptakan generasi – generasi yang berwatak, memiliki moral yang baik dan tidak sekedar terbuai dengan manisnya Pelayanan zaman yang akhir-akhir ini serba mudah dan praktis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar